Dia
Suami Adikku
Hari ini aku
menyaksikan sebuah fenomena yang aku sendiri pun nggak tau harus merasa senang
atau sedih. Sumpah sehidup semati yang di ikrarkan suami adikku. Seharusnya
sebagai seorang kakak aku turut bahagia menyaksikan pernikahan adikku. Tapi
entah kenapa ketika aku berusaha untuk turut bahagia pada saat itu juga
kemarahan dan kecemburuan di hatiku semakin bergejolak. Air mataku meleleh
membanjiri pipi, tapi aku sendiri tak tau harus menganggap air mata itu sebagai
air mata kebahagiaan atau air mata duka.
Semua berawal
ketika adikku dan temannya pergi malam minggu. Awalnya Veby menolak, tapi
paksaan teman-temannya mampu membuat Veby luluh dan mengikuti ajakan
teman-temannya. Mereka hendak merayakan kelulusan SMP. Anehnya Veby tidak bilang
kepada ku kalau dia akan pergi kemana, padahal setiap Veby akan pergi dengan
teman-temannya ia selalu bilang padaku.
Malam hingga
pagi menjelang Veby belum pulang ke rumah. Mama dan papa cemas nyariin Veby, Hp
nya nggak aktif, dan nggak biasanya Veby seperti ini. Pagi harinya Veby pulang
dengan raut wajah murung dan lesu. Mama begitu panik dan langsung memeluk Veby,
tapi lain pada papa yang begitu marah pada Veby karena Veby pulang pagi. Tanpa
mendengar penjelasan dari Veby, papa langsung mendaratkan tangannya dengan
keras ke pipi kiri Veby. Isak tangis Veby keluar bersama jeritan mama.
PLAAKKK
“Kamu ini anak
kurang ajar, kenapa baru pulang? Mau jadi apa kamu?” tanya papa dengan
kemarahan yang begitu memuncak.
“Veby tadi malem
nginep pa di rumah temen!” jelas Veby sambil memegang pipinya.
“Kamu kan bisa
izin dulu sama papa atau mama! HP kamu kemana? Kenapa tidak aktif?” tanya papa
semakin marah.
“HP Veby
lowbath, Pah!”
“Alasan ! Papa
malu sama tetangga, punya anak perempuan pergi malam pulang pagi kayak kamu!”
“Pa baru
sekali ini Veby pulang pagi. Kenapa sih
papa nggak kayak papanya temen-temen Veby yang ngebolehin anaknya pergi sampek
larut malam?” ucap Veby dengan isak tangis.
“Kamu ini anak
perempuan. Mana pantas keluar malam dan pulang pagi! Mau belajar jadi PSK?
Iya?” tanya papa tanpa meredakan kemarahannya.
“Pa!” ucapku
kaget mendengar perkataan papa.
“Maaf pa. Papa
salah kalau nilai Veby kayak gitu. Dan
kalau papa emang malu punya anak kayak Veby, mending papa cari anak baru
lagi, dan buang Veby jauh-jauh!” ucap Veby berlinang air mata sambil lari
menuju kamarnya.
“Veby ! papa
belum selesai bicara !” bentak papa.
“Pa! papa nggak
seharusnya ngomong gitu ke Veby! Kasihan dia!” bela mama.
“Mama ini selalu
membela Veby! Sudah jelas-jelas dia salah! Ini semua salah mama!” ucap papa
sembari bergegas menuju mobil dan melesat pergi.
“Udah ma. Biar
Veny yang bicara sama Veby!” ucapku berusaha menenangkan mama.
Aku langsung
bergegas menuju kamar Veby, kudengar isak tangis Veby dari luar kamar. Aku
langsung masuk ke kamar Veby yang tidak terkunci tanpa mengetuk pintu terlebih
dahulu.
“Veby, kakak tau
gimana perasaan kamu!” ucapku berusaha menenangkan Veby.
“Kenapa sih
semua orang di sini selalu ngelarang Veby? Veby nggak boleh ini lah, nggak
boleh itu. Veby capek kak! Veby pengen kayak temen-temen Veby yang lain!”
protes Veby sambil duduk di meja rias.
“Veby kamu nggak
boleh bilang gitu. Mama sama papa ngelakuin itu semua karena mereka sayang sama
kamu!”
“Sayang dari
mana? Emang dari dulu kan Veby selalu dilarang buat ngelakuin semua yang Veby
suka! Kak Veby ini udah besar, Veby bukan anak kecil lagi!” umpatnya.
“Iya, Veb! Kakak
tau dan kakak juga ngerti ! tapi kakak yakin semua yang dilakuin mama sama papa
itu demi kebaikan kamu juga!” jelasku.
“Kebaikan? Mana
buktinya? Kenapa sih kakak selalu belain mama sama papa?” tembak Veby tajam dan
ketus.
“Veb, bukan
gitu! Kenapa sih kamu jadi keras kepala kayak gini? Apa ini semua gara-gara
Rangga?”
“Cukup kak! ini
semua nggak ada sangkut pautnya sama Rangga! Kakak ini sama aja ya kayak mama
dan papa yang suka jelekin Rangga! Emang kenapa kalau Veby punya pacar kayak
Rangga?” tanyanya.
“Ya kamu sendiri
bisa liat kan gimana Rangga! Rangga itu mantan pengguna narkoba! Ya jelas lah
kalau mama sama papa ngelarang kamu buat pacaran sama Rangga!”
“Tapi Rangga itu
cuma mantan pengguna kak! dan dia nggak makek barang haram itu lagi kok! Veby
tulus sayang sama Rangga. Dan Veby juga tau pasti kok siapa Rangga! Dan asal
kakak tau kalau Rangga itu lebih baik daripada pacar kakak!” bela Veby sambil
mendekat kearah ku.
“Tapi Veb…,”
“Udah lah kak. Kalau
kakak kesini cuma mau bahas masalah Veby sama Rangga mendingan kakak keluar aja
dari kamar aku!” ucapnya ketus.
“Oke kakak nggak
bakalan bahas masalah itu lagi! Sekarang kakak tanya kemana aja kamu semalam?”
tanyaku mengganti topik pembicaraan.
“Di rumah
temen!” jawabnya singkat. Aku langsung terkejut ketika mencium bau nafas Veby.
“Veby jawab yang
jujur! Semalam kamu kemana?” tanyaku terus mendesak Veby.
“Oke Veby akuin.
Semalam Veby habis dari diskotik sama temen-temen Veby! Kenapa? Kakak mau
laporin masalah ini ke mama sama papa? Oh silahkan, biar sekalian aja Veby
diusir dari rumah ini dan Veby bisa bebas nikmatin hidup Veby!” jelasnya
enteng.
Dengan ringannya
tanganku tiba-tiba mendarat di pipi Veby dengan cukup keras.
PLAKKKKK !!
“Siapa yang
ngajarin kamu buat pergi ke diskotik?” tanyaku marah. Veby cuma terdiam dan
nggak berani buat jawab pertanyaanku.
“Apa aja yang
kamu lakuin disana ? kamu minum?” tanyaku ketus. Dan Veby menganggukan
kepalanya perlahan.
“Veby…Veby.. !
gimana kalau mama sama papa sampek tau masalah ini?”
“Ya kakak nggak
usah kasih tau ke mereka! Tapi kalau kakak pengen liat aku diusir sama mereka
ya udah bilang aja kemereka!” tantang Veby.
“Terus apalagi
yang kamu lakuin disana?”
“Veby nggak
ngelakuin apa-apa kok! Cuma minum doang! Itupun sedikit!”
“Tapi kamu
taukan walaupun sedikit tapi haram!”
“Iya kak Veby
tau. Veby minta maaf deh, sekarang terserah kakak. Kalau kakak pengen liat Veby
diusir silahkan bilang masalah ini ke mama dan papa. Tapi kalau kakak masih
sayang dan nggak mau ngeliat Veby diusir tolong kakak jangan bilang ke mama
atau papa!” ucap Veby.
“Kakak bingung
sama jalan pikir kamu!” ucapku sembari berjalan meninggalkan Veby.
***
Aku berangkat
kekampus dan seperti biasa Rio menjemputku. Rio adalah kekasihku, dia baik,
ramah, dan tampan. Tapi anehnya akhir-akhir ini setiap Rio kerumahku pasti Veby
merasa ketakutan dan bersembunyi. Padahal biasanya setiap Rio ke rumah pasti Veby
selalu bercandaan sama Rio.
Tiga bulan
berlalu, mama sama papa udah maafin kesalahan Veby. Tapi sampek sekarang mama
sama papa nggak tau masalah Veby. Dan ketika kami sedang makan malam bersama.
“Huekk !”
“Veby, kamu
kenapa? Perut kamu sakit?” tanyaku yang melihat Veby muntah-muntah.
“Nggak tau ni
kak. Huekk !!” ucap Veby sambil lari ke kamar mandi. Mama langsung panik dan
menyusul Veby, begitu juga papa dan aku.
“Kamu kenapa
Veb?” tanya mama.
“Nggak tau ni
ma! Perut Veby tiba-tiba mual!” ucap Veby.
“Ya sudah kamu
istirahat di kamar aja. Mungkin kamu masuk angin!” ucap mama.
“Ven, tolong
telephone dokter !” ucap papa kepadaku.
“Nggak usah!”
cegah Veby denagn raut wajah ketakutan.
“Kenapa?” tanya
papa yang curiga dengan sikap Veby. Tapi Veby hanya menggelengkan kepala. Aku
langsung menelephone dokter yang sudah menjadi langganan keluargaku.
Tak lama
kemudian dokter datang dan langsung memeriksa keadaan Veby. Sepuluh menit aku,
mama dan papa menunggu di luar kamar Veby. Akhirnya dokter itu keluar dengan
raut wajah bahagia.
“Bagaimana dok keadaan
Putri saya?” tanya mama.
“Putri anda
baik-baik saja. Itu sudah wajar dialami oleh semua wanita hamil!” jelas dokter
itu.
“Hamil ?”
tanyaku mama dan papa bersamaan.
“Iya, Veby
sedang mengandung 2 bulan. Selamat ya sebentar lagi ibu akan punya cucu! Kalau
begitu saya permisi dulu, ini resep yang harus di tebus!” ucap dokter itu
sambil memberikan secarik kertas dan langsung pergi.
Papa kelihatan
marah banget. Dan mama cuma bisa menangis. Papa bergegas masuk ke kamar bersama
segumpal kemarah. Tampak Veby dengan raut wajah ketakutan, dan menggenggam erat
gulingnya.
“VEBY!” bentak
papa marah sambil menggeret Veby hingga jatuh dari kasur dan gulingnya
terpental jauh.
“Maafin Veby pa!
Veby nggak sengaja!” ucap Veby sambil bersujud di kaki papa. Papa langsung menghentakan
kakinya yang di pegang Veby hingga Veby jatuh terpental.
“Udah pa. kasian
Veby! Ini semua pasti cuma kecelakaan!” ucap mama ikut memohon.
“Kecelakaan mama
bilang? Ini semua gara-gara mama yang terlalu memanjakan Veby!” ucap papa ke
mama.
“Siapa yang
bikin kamu kayak gini?” tanya papa sambil menjambak rambut Veby. Tapi Veby
nggak bisa ngomong apa-apa, dia hanya menangis dan merasakan kesakitan.
“Udah pa. Nggak
perlu pakek kekerasan kan tanyanya!” ucapku berusaha melepaskan jambakan papa
ke Veby.
“Anak kurang
ajar kayak gini nggak bisa pakek cara baik-baik! Minggir!” ucap papa sambil
mendorongku dan hendak memukul Veby. Tapi pukulan papa mendarat di pipi mama,
karena mama melindungi Veby.
“Udah pa. Nggak
sepenuhnya Veby salah!” bela mama.
“Ass! Mama ini
selalu saja belain Veby!” ucap papa sambil pergi meninggalkan kamar Veby begitu
juga mama.
“Veby jawab
kakak! Siapa yang bikin kamu kayak gini?” tanyaku. Tapi Veby cuma menggelengkan
kepala.
“Jawab Veby!
Kamu nggak usah takut sama kakak!” paksa ku.
“Kak Rio!”
“Apa?”
“Kak Rio kak
yang ngelakuin!” tukas Veby sambil nangis kenceng. Aku merasa seketika itu
jantungku seolah berhenti berdetak, pedang sakit hati menusuk hingga menghunjam
dadaku.
“Kamu nggak usah
bercanda deh! Nggak mungkin Rio ngelakuin itu sama kamu!”
“Tapi emang
bener kak!”
“Kakak nggak
percaya. Pasti Rangga pacar kamu itu kan yang ngelakuin itu sama kamu!” ucapku
sambil menahan air mata. Aku berharap ucapan Veby itu hanya bohong.
“Stop kak! bukan
Rangga yang ngelakuin itu! Tapi pacar kakak! Kalau kakak nggak percaya tanya
aja sama kak Rio!” ucap Veby sambil berlari ke kamar mandi.
Aku bener-bener
nggak nyangka Rio kekasihku tega ngelakuin itu sama adikku. Aku ingin teriak,
ingin marah, tapi semua itu terasa tertahan di benakku dan tak sanggup ku
keluarkan lewat kata-kata. Aku bergegas menelphone Rio dan mengajaknya bertemu
di suatu tempat.
***
“Hay sayang! Udah
lama nunggunya?” tanya Rio dengan
senyuman setelah ia sampai di tempat kita janjian. Tepatnya di tempat pertama
kali aku bertemu Rio, dan di tempat itu tersimpan semua kenangan ku bersama
Rio.
PLAAAKKKK !!!!!!
“Kok kamu nampar
aku sih Ven?” tanya Rio nggak terima sambil megang pipinya.
“Aku benci sama
kamu!”
“Kamu ini kenapa
sih? Aku baru dateng malah kena tampar!” protes Rio.
“Kamu apain adik
aku?” tangisan ku mulai pecah.
“Kamu ini kenapa
sih? Aku nggak ngerti!” ucap Rio sambil memegang lenganku.
“Nggak perlu
basa-basi. Aku mau tanya satu hal sama kamu. Apa bener kamu yang menghamili
adik aku?” tanyaku berusaha menghentikan tangis yang kian membanjiri pipi.
“Apa? Maksudnya
apa? Aku nggak ngerti!”
“Udah deh Rio
nggak usah pura-pura nggak tau. Adik aku bilang sendiri kalau kamu yang hamilin
dia! Apa itu bener?”
“Kenapa aku?
Bisa aja kan orang lain yang hamilin adikmu!” protes Rio.
“Aku tau siapa
Veby. Veby nggak pernah bohong. Dan aku lebih percaya adikku daripada kamu!”
tembakku ketus. Rio nggak ngomong apa-apa, dia cuma meremas rambutnya dan
ngerasa tertekan.
“Oke! Aku akuin
emang iya aku ngelakuin itu sama Veby! Tapi itu semua kecelakaan !” ucap Rio.
“Jadi bener? Itu
semua bukan mimpi buruk aku? Jadi ini nyata? Kamu tega Rio sama aku! Aku sayang
sama kamu! tapi kenapa kamu ngelakuin hal bejat itu sama Adikku sendiri!” tak
kuasa aku menahan kemarahanku. Seluruh badanku terasa lemas setelah mendengar
perkataan dari Rio. Aku duduk di bawah pohon besar yang ada di sebelahku sambil
mengeluarkan tangis yang nggak kuat lagi
ku bendung. Batinku merasakan sakit yang luar biasa. Rio cuma diam dan duduk
didepanku.
“Maafin aku Ven!
Aku ngelakuin itu nggak sadar, semuanya di bawah pengaruh minuman keras sialan
itu!” bela Rio sambil memegang pundakku.
“Aku nggak tau
lagi harus ngomong apa dan harus! Aku nggak nyangka, kenapa harus adik aku!”
“Maaf Ven!
Lagian aku juga nggak sengaja ketemu Veby di diskotik itu!”
“Cukup! Aku muak
dengerin semua pembelaan kamu yang nggak berarti itu!”
“Aku harus
gimana ? aku nggak mau kehilangan kamu! Aku sayang sama kamu!” ucap Rio dengan
nada memohon.
“Kalau kamu
sayang sama aku nikahi adikku!” ucapku tanpa memandang wajah Rio.
“Apa? Nggak
mungkin Ven. Aku sayangnya sama kamu! Aku pengen suatu hari nanti nikah sama
kamu bukan sama Veby!”
“Apa yang nggak
mungkin? Kamu bisa ngelakuin hal itu sama adik aku, kenapa kamu nggak bisa
nikahin dia?”
“Semua ini lain
Ven. Ini soal perasaan! Aku sayang sama kamu bukan sama Veby!”
“Lantas kenapa
kamu nglakuin itu sama adik aku?” tanyaku ketus. Rio terdiam mendengar
ucapanku.
“Udah cukup. Aku
nggak mau denger alasan kamu lagi ! kalau kamu berani berbuat harus berani
tanggung resikonya. Aku nggak mau liat adik aku punya anak tanpa seorang ayah.
Lebih baik adik aku yang bahagia daripada aku. Lebih baik aku yang tersakiti
daripada adik kesayangan aku.”
“Nggak Ven, aku
nggak mau. Aku maunya sama kamu!” ucap Rio sambil memegang erat kedua tangaku.
“Nggak bisa. Aku
nggak mau tau kamu harus nikahin adikku titik!” ucapku sambil pergi membawa
tangis. Tapi ketika hendak meninggalkan tempat itu Rio dengan sigap menarik
tanganku dan aku terjatuh di pelukannya.
Rio memelukku
erat, rasanya tak tega aku harus melapaskan Rio semudah ini. Tapi aku juga
nggak mau liat adikku melahirkan anaknya tanpa seorang ayah.
“Oke aku bakal
nikahin Veby. Ini semua demi kamu! Tapi asal kamu tau dari lubuk hati aku yang
paling dalam, aku minta maaf karena udah nyakitin perasaan kamu. Dan izinin aku
buat meluk kamu untuk yang terakhir kalinya sebelum aku jadi milik orang lain!”
ucap Rio tanpa melepaskan pelukannya. Tanpa sadar air mataku meleleh lagi di
pelukan Rio. Dan setelah sadar aku langsung berusaha melepaskan pelukan Rio.
“Cukup! Mulai
detik ini kamu bukan punyaku lagi. Makasih kamu udah pernah jadi orang terindah
dalam hidup aku!” ucapku sambil menghapus air yang menutupi pipiku.
“Dan kalung ini.
Aku kembaliin ke kamu, ini lebih pantes kalau Veby yang pakek! Aku pengen liat
Veby makek kalung ini di pesta pernikahannya nanti!” ucapku sambil melepas
kalung pemberian Rio yang selama ini menghiasi leherku.
“Tapi…,”
***
Dua hari
kemudian Rio menepati janjinya untuk menikahi Veby. Rasa haru dan sakit hati
bercampur menjadi satu. Aku harus merelakan Rio menjadi milik adikku. Walaupun
rasanya sangat sakit. Tampak Veby dengan senyum bahagia menjalani pesta
pernikahannya. Begitu juga mama dan papa, semuanya bahagia. Walaupun sebenarnya
tangis benar-benar membanjiri relung hatiku. Tapi demi kebahagiaan Veby aku
rela walaupun nggak gampang buat ngelupain Rio yang udah 4 tahun menjadi
kekasihku.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar